Menguak Keindahan Alam Bawah TanahMaluku Utara
Kedalaman Halmahera Tengah menyimpan sebuah sangat indah, Boki
Moruru namanya. Gua yang terletak di Desa Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah,
dikenal sebagai gua tak berujung. Gua alam ini ditemukan tim ekspedisi Prancis
di tahun 1996. Sayangnya, potensi wisata andalan, kurang dikenal lantaran
buruknya infrastruktur jalan.
Laporan: Ridwan Arif, Halmahera Tengah
HARI masih teramat pagi. Berkas sinar matahari
belum menyibak dahan- dahan di Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera
Tengah. Wartawan Malut Post (Jawa Pos Grup) sengaja beranjak dari Weda saat
embun pagi belum beranjak.
Jarak dari Weda, ibu kota Halmahera Tengah
(Halteng), menuju Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara berkisar 30 kilometer. Namun
perjalanan darat menuju Sagea menghabiskan waktu hingga empat jam, saking
buruknya kondisi jalanan. Maklum, kondisi jalan masih tanah dengan banyak
lubang berdiameter hingga 1 meter.
Setiba di Sagea, perjalanan harus dilanjutkan
dengan menyusuri Sungai Sagea sejauh 5 kilometer. Medan menuju gua cukup sulit
jika berjalan kaki. Jalannya basah dipenuhi lumpur.
Oleh warga, disarankan menggunakan perahu
bermesin tempel yang disebut katinting. Menggunakan katinting lama perjalanan
dapat dipangkas menjadi 30 menit.Ongkos yang diminta pemilik
katinting Rp 100 ribu untuk perjalanan bolak-balik.
Menyusuri sungai selebar
50 meter itu, perjalanan diarahkan ke hulu. Di kiri kanan sungai, pepohonan
masih cukup lebat. Rasa penasaran akan Gua Boki Moruru mulai terjawab ketika
dinding batu menjulang muncul di hulu sungai.
Di
tengah dinding yang ditumbuhi tanaman rambat itu tampak sebuah celah kecil.
Warga mengenalnya sebagai gerbang menuju gua. Motoris mengarahkan katintingnya
ke celah tersebut. Namun sebelum memasuki gerbang, Malut Post dianjurkan
membasuh wajah dengan air sungai.
Warga
percaya, gua nan sepi itu dihuni banyak makhluk halus. Membasuh wajah dengan
air setempat bagi pendatang menjadi ‘syarat’ untuk menghindarkan diri dari
hal-hal yang tak diinginkan.
Makin
ke dalam menuju mulut gua, keadaan makin gelap, lantaran sinar matahari tak
bisa tembus. Senter pun dinyalakan. Perjalanan terus dilakukan menyusuri
bebatuan hingga sejauh 300 meter.
Dari
kejauhan tampak lah sebuah tangga kayu setinggi 30 meter. Tangga yang dibangun
Dinas Pariwisata Halteng itu merupakan satu-satunya jalan menuju gua. Begitu
mendaki tangga, koran ini pun tiba tepat di mulut gua. Selanjutnya, penyusuran Boki
Moruru dilakukan dengan berjalan kaki.
Bagian
dalam gua dihiasi stalagmit dan stalaktit serta hamparan batu putih menyerupai
marmer. Tetesan-tetesan air yang membentuk stalagmit memiliki bentuk-bentuk
yang menakjubkan. Rata-rata berbentuk menyerupai manusia. Ada pula bentuk
manusia dengan posisi seakan tengah ruku’.
Panjang
gua sendiri hingga kini belum terpetakan. Pada 1996, sebuah tim ekspedisi yang
berasal dari Prancis pernah menyusuri Boki Moruru selama tiga hari tiga malam.
Penjelajahan ini tak menemukan ujung gua.
Akhirnya muncul lah
klaim bahwa Boki Moruru merupakan gua tanpa ujung. ”Sedangkan tim dari Dinas
Pariwisata pernah menempuh jarak sejauh 7,8 kilometer. Ini jarak terjauh yang
pernah kami tempuh,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Halteng, Achiruddin Hi
Gani.
Nama
Boki Moruru memiliki legenda sendiri. Konon, nama ini diberikan oleh seorang
pemuda Suku Sawai, sebuah suku adat yang kala itu masih nomaden, bernama Mon
Takawai.
Penuturan
Abdullah, tokoh masyarakat Sagea, kepada Malut Post, Mon Takawai yang hidup di
tepian muara sungai Kobe suatu hari meminta izin pada keluarganya mencari tanah
subur untuk berkebun.
Dalam
perjalanannya, pemuda Suku Sawai itu menemukan satu tempat yang cocok untuk
keluarganya pindah yaitu di muara sungai yang kala itu diberi nama Geplun.
”Saat itu juga mereka pindah tempat dan mendiami wilayah Geplun,” tutur
Abdullah.
Suatu
hari, Mon Takawai menyusuri tepian sungai menuju ke hulu. Setelah menempuh
jarak kurang lebih 3 kilometer, ia beristirahat di bawah sebatang pohon dekat
gerbang gua. Ketika tengah menikmati keindahan sungai tersebut, Mon Takawai
mendengar suara serupa orang mandi. Penasaran, ia bangkit dan mendatangi asal
suara.
”Asal
suaranya dari dalam gerbang. Begitu mendekat, Mon Takawai melihat sosok
perempuan tengah berendam di bagian sungai tersebut. Ketika didekati, sosok itu
lantas berenang menuju dinding batuan cadas dan menghilang,” lanjut Abdullah.
Rasa
penasaran menghantui Mon Takawai. Dua hari berikutnya, ia memutuskan tetap
berada di situ untuk berjaga-jaga. Upayanya berhasil. Perempuan berparas jelita
itu muncul lagi. Mon Takawai pun membawa pulang gadis yang diketahui bernama
Sari Madago itu menghadap keluarganya dan meminta restu untuk menikah.
”Setelah menikah,
pasangan ini kembali menyusuri sungai dengan sampan. Setibanya di gerbang, Sari
Madago meminta izin suaminya untuk mandi di dekat gua tempat mereka bertemu,”
kisah Abdullah.
Mendengar
permintaan sang istri, Mon Takawai mengiyakan. Sembari berkata ‘Istriku,
gerbang ini menjadi saksi cintaku kepadamu yang senang menghanyutkan diri
(mandi, red) di sungai. Jadi gua ini kuberi nama Boki Moruru’.
”Boki
Moruru dalam bahasa Tidore artinya adalah putri yang menghanyutkan diri. Begitu
asal usul nama yang berkembang menjadi cerita di kalangan masyarakat lokal,”
kata Abdullah seraya tersenyum.
Gua
Boki Moruru hingga kini cukup sering dikunjungi wisatawan asing maupun
domestik. Keunikan dan kondisinya yang masih alami menjadi daya tarik
tersendiri. Satu-satunya kendala untuk menuju tempat ini hanya linfrastruktur
jalan yang amat memprihatinkan.
Kondisi
jalan yang teramat buruk membuat kebanyakan orang pikir-pikir dulu sebelum
memutuskan mengunjungi Sagea. ”Jalan darat, yang menjadi satu-satunya akses
menuju Sagea, masih jelek sekali. Masih berupa jalan tanah dan banyak lubang.
Jika hujan, sangat licin. Ini pekerjaan rumah buat Pemda untuk memajukan
pariwisata Halteng,” pungkas Achiruddin.(rid/kai/JPG)
2 Komentar untuk "Boki Moruru, Gua Indah Tak Berujung di Halmahera Tengah"
Wah wah, ada juga gua seperti itu di Indonesia.,
Dilihat dari perjalan di guanya sendiri butuh pengamanan yang ekstra, jika dilihat dari kondisi gua yang berlumpur benar-benar harus hati-hati..
bener banget tu sob!!